[ONESHOT] I Love Him, Right?

PicsArt_1434346098361[2]

seungmi1214 presents

I Love Him, Right?

Starring: SNSD Yuri, EXO Kai, EXO Sehun, and other EXO members.

Length: 5400 words

Genre: Friendship, school life, and sad.


“Aku mencintainya, ‘kan?”

*

Oh, itu mereka.

Tim futbol sekolah sedang merayakan kemenangan besar di tengah aula. Senyum dan kebahagiaan yang terpancar itu sebanding dengan usaha mereka dalam memenangkan turnamen futbol musim panas tingkat nasional—untuk kedua kalinya—tempo hari lalu. Tak heran olahraga futbol menjadi ekstrakurikuler kebanggan sekolah yang akan lebih ditekan tingkat promosinya untuk menarik minat peserta didik baru kelak. Ya, kalau mereka mau bergabung dan membiarkan tubuh mereka dihantam lawan hingga patah tulang.

Kwon Yuri tengah mengintip keramaian itu dari balik dinding persimpangan. Hampir semua murid SMA Kirin berkumpul di sana sambil menyumbangkan sorak-sorai mereka. Park Chanyeol—kapten tim futbol—sang kicker yang menjulang itu mengangkat tropi kemenangannya tinggi-tinggi di atas kepala. Piala itu besar sekali, nampak berat, dan warna emasnya yang diterpa cahaya menimbulkan kilau pada pandangan, sampai-sampai Yuri bisa melihat pantulan wajah seseorang di sisi pialanya. Seseorang, yang hanya tersenyum simpul sepanjang namanya dielu-elu sebagai pemain paling berpengaruh bagi kemenangan tim futbol sekolah. Seseorang, yang (sebenarnya) menjadi satu-satunya objek Yuri memandang. Seseorang, yang namanya telah lama bersarang di dalam hati… gadis itu.

“Yuri?”

“Astaga! Sehun! Kau mengagetkanku!”

Teriakkan barusan memang kencang sekali. Tapi Yuri tidak akan berteriak sedemikian kencang jika saja lelaki bernama Sehun itu tidak tiba-tiba datang dan menepuk pundaknya dari belakang. Saat Yuri memukul bahunya lantaran kesal, lelaki kurus itu justru tergelak hingga mengeluarkan air mata di sudut-sudut kelopaknya.

Damn, Yuri! Apa kau perlu merusak gendang telinga seseorang yang sedang menyapamu?” Itu adalah kalimat pertama Sehun setelah berhasil menghentikan gelak tawanya yang menyebalkan.

Yuri merengut sambil dalam hati berkata; Menyapa katamu? Kau menepuk bahuku keras-keras! Tentu saja aku terkejut dengan kehadiranmu yang seolah menjadikanku tersangka pengintipan—maksudku, pencurian meski aku tahu kau tidak bermaksud begitu, bodoh!

“K-kau ‘kan tahu aku gampang terkejut!” Kemudian Yuri bersilat lidah untuk menutupi barang buktinya.

Buru-buru gadis bermarga Kwon itu membenarkan letak kacamata minusnya di pangkal hidung sekaligus menyembunyikan semburat kemerahan yang merona di kedua pipi. Niatnya, supaya tidak lagi ditertawakan Sehun.

Tapi lelaki bersurai hitam itu keburu mengetahui alasan yang sebenarnya mengapa Yuri berpolah aneh di pagi hari dengan mengintip-intip dari balik dinding, terkejut saat dia menepuk punggungnya, sampai gelagat malu-malu saat kepergok mengintai perayaan kemenangan tim futbol di tengah aula sekolah. Sehun tahu apa yang terjadi, meski karibnya itu tak menelurkan banyak kata.

“Dasar payah! Makanya, kalau mau melihat dia bergabunglah ke kerumunan. Jangan mengendap-endap seperti mata-mata begini.” Satu jitakkan mendarat tepat di kepala Yuri.

Yuri meringis sambil mengelus-elus kepalanya. Sekarang poni yang menutupi alis mata itu nampak berantakan. “Kau sendiri kenapa di sini? Tim futbolmu sedang bersenang-senang tapi kau malah keluyuran!” jeritnya kesal.

“Aku baru mau ke sana,” timpal Sehun dengan wajah (sok) polos. Tangannya mengangkat sebuah kantung plastik berisi beberapa Cola ukuran besar yang masih dingin, membuat saliva Yuri seketika tertohok di epiglotis. “Perayaan tidak akan lengkap tanpa soda, bukan?”

“Oh, kau benar.” Yuri melihat botol-botol itu sambil menggaruk tengkuk. Ya, sepertinya urusan gadis itu sudah selesai. Dia harus segera pergi dari sana sebelum seorang Oh Sehun kembali mengejekknya hingga menyeretnya paksa masuk ke dalam kerumunan. Dia tidak mau hal semacam itu sampai terjadi dan membuatnya mati di usia muda.

“Ya sudah. Rayakan kemenanganmu. Aku ke kelas dulu.” Gadis itu beranjak dengan langkah lebar yang bertempo cepat. Seolah tuli saat dia tak mengindahkan teriakkan Sehun yang menyuruhnya agar tak berjalan terlalu cepat dan bisa menabrak benda-benda di sekitar.

Meski begitu, Yuri sempat menghentikan langkahnya 5 meter dari hadapan Sehun yang masih memperhatikan punggungnya dengan cemas. Gadis itu berdehem pelan untuk menetralkan kegugupannya yang begitu jelas. Kemudian berkata. “T-tolong bilang pada Kai agar jangan minum soda terlalu banyak. Sampai jumpa, Hun.” Dan setelah itu, Yuri kembali meneruskan langkahnya, kini berujung lari untuk menyembunyikan wajahnya yang memanas.

Astaga, jika saat itu dia berada di dekat Sehun, mungkin lelaki itu sudah menjitaknya beberapa kali dengan ganas.

Ya, Kai. Hanya dengan menyebut namanya saja sudah membuat aliran darah Yuri berdesir tidak wajar. Hanya dengan membayangkan sosoknya saja sudah membuat Yuri gugup setengah mati. Wajah dingin nan pongah itu, tapi sangat menawan hingga mampu mencuri banyak hati gadis-gadis cantik di SMA Kirin, termasuk dirinya (tanpa imbuhan kata cantik).

Sudah hampir 2 tahun Yuri menyukai lelaki berkulit matang itu sebagaimana Yuri masih ingat awal pertemuan mereka. Waktu itu kelas sepuluh, tepatnya saat mereka masih menjadi murid baru yang ingusan. Yuri sedang berjalan-jalan di sekitar sekolah barunya dan sampai pada lapangan belakang sekolah yang luas. Didekatinya pagar kawat harmonika setinggi 10 kaki yang mengitari lapangan, tapi bukan pagar itu yang sebenarnya menarik perhatian, melainkan sekelompok tim futbol sekolah yang sedang memulai latihan rutinnya di tengah lapangan sore itu.

Mata Yuri berbinar melihat bagaimana lelaki-lelaki berkostum futbol warna putih itu sungguh bersemangat melakukan latihan fisik yang seperti militer. Yuri tahu futbol adalah olahraga keras, tapi mengapa mereka tetap mau bergabung di dalamnya, menerima disiplin latihan, dan mengikuti turnamen meski tahu akan menyakitkan? Yuri benar-benar salut pada keteguhan mereka dalam mengembangkan ekstrakurikuler sekolah.

Dan dari seluruh anggota tim futbol itu, ada satu siswa yang berhasil mencuri pandangan Yuri sejak dia menggelayutkan jemarinya di pagar harmonika. Yang paling semangat berlari memutari lapangan sebanyak 5 kali, yang paling bersemangat melakukan latihan pertahanan, yang paling fokus saat pelatih memberikan pengarahan pada mereka, dan yang memiliki kulit paling matang dengan bulir-bulir keringat di sekitar wajahnya, Kai.

Yuri tidak akan melupakan hari di mana dia benar-benar terpesona hingga tak mengedipkan mata saat memandang lelaki itu. Entah mengapa, sosok Kai memiliki daya hipnotis tersendiri saat bermain futbol. Dia tidak hanya sekadar memainkannya, tapi seolah futbol telah berada dalam darahnya sehingga bagaimana pun dia harus membawa kemenangan di akhir pertandingan. Yuri suka saat Kai menyiramkan air ke sekujur rambut dan wajahnya, Yuri suka melihat Kai memakai eye black di balik helm futbolnya sehingga tatapan itu akan semakin tajam, Yuri suka saat Kai bersorak atas kemenangannya, dan semua itu dapat Yuri lihat dari kejauhan saja dengan semburat kemerahan di kedua pipinya. Lagipula, Kai dalam balutan kostum futbol benar-benar seksi, sehingga Yuri tidak tahan melihat bagaimana para pemandu sorak yang cantik itu mengerumuninya saat tim futbol beristirahat di antara quarter 2 dan quarter 3 dalam pertandingan.

Waktu itu Kai adalah satu-satunya siswa kelas sepuluh yang diturunkan dalam pertandingan. Dia adalah pelari yang hebat. Posisinya sebagai running back dalam tim tak pernah terganti. Pula memiliki kelenturan tubuh yang memudahkannya menghindar dari teckle lawan saat berusaha merebut bola di pelukannya. Bersama kakak-kakak kelas, Kai berhasil membawa SMA Kirin sebagai pemenang turnamen futbol musim semi untuk pertama kalinya. Yuri merasa bahwa lelaki bernomer punggung 88 itu akan membawa kesuksesan besar kelak. Dan keesokkan harinya, Yuri melihat nama Kai masuk di halaman depan surat kabar lokal dengan tajuk; “Pemain American Football Muda SMA Kirin yang Berbakat”. Wow, saat itu Yuri merasa lebih bangga dari siapa pun.

Bulan-bulan dan tahun pun berganti, tapi perasaan Yuri pada Kai tetap sama, atau mungkin bertambah? Menginjak kelas sebelas, Yuri merasa bahwa Kai semakin populer. Semakin banyak mengikuti pertandingan dan membawa kemenangan, semakin banyak gadis yang menyukainya. Yuri tahu, tiap hari loker lelaki itu penuh dengan surat cinta atau berlusin-lusin cokelat dari fansnya. Kedekatan Kai dengan beberapa anggota pemandu sorak di sekolah juga pernah membuat Yuri menangis tengah malam di balik bantal hingga membuatnya kesiangan esok hari. Yuri takut. Yuri sadar dia bukan siapa-siapa. Dia hanya gadis biasa dengan kacamata minus dan rambut berponi yang jarang-jarang dilirik seorang lelaki. Bahkan suatu kali Yuri merasa harapannya benar-benar kandas, tapi tiap melihat Kai bersama teman-temannya saat berjalan di koridor sekolah, senyum manis di bibir lelaki itu membuat perasaannya kembali mekar. Ya, cinta pertama. Pasti sulit dilupakan, bukan?

Beruntungnya, Yuri memiliki Oh Sehun sebagai sahabat. Sehun juga anggota tim futbol sekolah yang cukup populer karena ketampanannya (menurut Yuri, Kai tentu jauh lebih tampan). Posisinya adalah sebagai wide receiver, penangkap bola yang biasa Suho lempar dalam pertandingan. Kakinya yang jenjang memungkinkan dia untuk melompat tinggi-tinggi dan menangkap bola yang datangnya melambung, kemudian mengopernya pada Kai saat lelaki itu tidak dalam penjagaan.

Yuri sering berkeluh kesah tentang Kai pada Sehun. Sehun adalah satu-satunya orang yang mengetahui perasaan Yuri terhadap teman dalam tim futbolnya itu—pula orang yang payah dalam memberi solusi dengan segala sifat ceplas-ceplosnya. Saat Yuri dan Sehun bertemu di tribun sekolah dan Yuri mulai merengek tentang Kai padanya, yang justru Sehun katakan; Kenapa tidak kau datangi saja dia? Kenapa tidak kau katakan langsung padanya? Kenapa tidak kau berikan sendiri padanya?

Oh, sial. Itu adalah tiga kalimat paling menyebalkan di telinga Yuri. Sehun benar-benar sesat, Sehun adalah pendengar yang payah, dan segala omongannya sama sekali tidak membantu. Andai Yuri punya kepercayaan diri lebih, mungkin sejak dulu dia sudah melakukannya. Bahkan Yuri sendiri tidak tahu mengapa dia bisa begitu meleleh saat bertemu dengan Kai. Dia bilang, mengagumi dan mendukung dari kejauhan lebih baik dari (-pada membiarkan wajahmu meledak di hadapannya) apa pun.

Tapi, meski Sehun adalah orang terpayah di dunia, Yuri tetap menghambur padanya dan menanyakan banyak hal tentang Kai. Seperti rutinitas seorang fans gelap. Hitung-hitung, Sehun adalah perantara yang tepat karena dia juga anggota tim futbol sekolah yang mengetahui kegiatan-kegiatan Kai selama latihan. Hah, ternyata seorang Kwon Yuri yang pendiam itu bisa picik juga.

*

Sore itu, sepulang sekolah, tim futbol sedang berlatih seperti biasa. Tapi tribun penonton hampir penuh diisi oleh para murid yang menyaksikan tim kesayangan mereka berlatih, seperti sedang dalam pertandingan sungguhan saja.

Yuri juga menempatkan eksistensinya di sana. Tapi dia memilih untuk berdiri di balik pagar harmonika dan menyaksikan mereka diam-diam. Yuri ingat dulu dia pertama kali melihat Kai dalam posisi seperti itu, dan dia lebih suka melakukannya dari pada duduk di antara banyak orang.

Tim futbol sekolah baru selesai berlari memutari lapangan dengan panjang 110 meter dan lebar 49 meter itu sebanyak 5 kali. Kini mereka sedang beristirahat sambil memperhatikan arahan dari pelatih. Yuri bisa mendengar para gadis di tribun berteriak histeris saat Kai menyiram rambut dan wajahnya dengan air mineral. Oh, sial. Para pemandu sorak juga ada di lapangan. Sejak kapan latihan mereka berbarengan dengan latihan futbol? Tanpa sadar Yuri merengut dan meremas pagar harmonika kencang-kencang.

“Sehun!” panggil Yuri. Yang dipanggil sedang mengelap wajahnya dengan handuk. Saat mata Sehun akhirnya menemukan Yuri dari kejauhan, lelaki itu segera berlari-lari kecil menghampiri temannya yang berdiri di luar lapangan.

“Hai, bro.” sapa Sehun sambil membukakan pintu pagar yang ada di dekat Yuri. Dia sudah tahu bahwa Yuri akan datang, seperti kehadiran gadis itu di tiap latihan futbol sekolah sudah terjadwal.

Yuri mendecak sebal disapa seperti itu. Tapi kemudian senyum manisnya merekah saat teringat tujuan awalnya memanggil lelaki itu kemari. “Sehunnie, bisa kau berikan ini pada… Kai?” tangannya menyodorkan sebuah botol berisi air mineral dengan potongan lemon segar di dalamnya.

Alis Sehun bertaut di tengah melihat botol itu. “Kenapa tidak kau be— Aish, kenapa menendangku?!”

“Karena aku muak mendengar kalimatmu itu, payah!” Yuri berkacak pinggang dengan raut ganas dilanda amarah. Gadis itu baru saja menendang tulang kering Sehun dan membuat temannya itu terpingkal kesakitan.

“Hei! Kau melukai salah satu atlet kebanggan sekolah!” jerit Sehun masih tak terima ditendang oleh Yuri. Lagi pula, tendangannya barusan benar-benar sakit.

“Masa bodoh denganmu!”

“Aish! Iya, akan kuberikan.”

“Haha, terimakasih,”  Mata Yuri berbinar saat Sehun akhirnya mengibarkan bendera putih kekalahan. “Seperti biasa, jangan kau bilang ini dari siapa, ya!”

“Oke, oke.”

Yuri memang bisa tersenyum lega karena Sehun menuruti perintahnya meski dengan raut ditekuk dan komat-kamit sepanjang melangkah kembali ke kumpulannya. Tapi tak berlangsung lama ketika lelaki kurus itu tiba-tiba berhenti melangkah sebagaimana kedua mata Yuri tiba-tiba membelalak lebar pada sesuatu yang terjadi di tengah lapangan.

“Kau terlambat, nona Kwon.” Sehun membalikkan badannya dan mengejek Yuri yang membeku di balik pagar.

Disadari bahwa yang barusan dia lakukan adalah salah saat Yuri justru terlihat menahan tangisnya. Sehun pun kembali mengalihkan pandangannya pada objek yang telah membuat temannya nampak seperti itu; Para pemandu sorak centil mengerumuni Kai yang sedang beristirahat. Mereka membawakan banyak handuk dan minuman, terhitung sudah ada 6 botol air mineral di atas bangku pinggir lapangan hanya untuk Kai seorang. Jadi, air dari Yuri sudah tidak ada gunanya lagi, ‘kan?

“Ah, kau benar, Hun. Seharusnya aku tak perlu repot-repot membawakan minum.” Yuri berusaha mengulas senyum palsu dengan mata berkaca-kaca. Tangannya bahkan tak lagi menggelayut di tiap rangkaian pagar harmonika seolah dia sudah bersiap untuk pergi dari sana.

Sial. Sehun benci sekali melihat ekspresi terluka Yuri yang seperti itu. Yuri memang sering menitipkan air minum untuk Kai padanya, tapi semua usaha itu selalu berakhir gagal. Dan seharusnya dia tahu bahwa karibnya sejak di taman kanak-kanak itu memiliki perasaan yang selembut kapas. “Aigoo, Yuri. Kau seperti tidak pernah melihat yang semacam itu saja,” celoteh Sehun berusaha menenangkan sahabatnya (dengan cara yang salah). “Kalau begitu, air ini buatku saja.”

“Iya, buat kau saja.” Dalam kondisi selemas itu, Yuri masih bisa tersenyum dan melambai pada Sehun yang mulai berlari menghampiri teman-temannya. Kini giliran dirinya yang siap beranjak dari sana dengan kepala menunduk dan perasaan dilanda nestapa.

Ya, selalu begitu. Pada akhirnya air minum itu jatuh di tanganmu, Hun. Aku memang sudah sering melihat pemandangan yang menyakitkan semacam itu. Tapi bodohnya, aku tetap menyukainya dan bahkan semakin menyukainya sehingga aku kembali melakukan hal yang sama. Meski aku akan tetap menelan kekecewaaan, aku… tidak tahu kapan harus berhenti.

*

Dan mungkin tidak akan berhenti…?

“Hai, Sehun!”

“Astaga. Kau mengagetkanku!”

Yuri terkikik melihat Sehun yang seperti terkena serangan jantung saat gadis itu tiba-tiba datang dan mengagetkannya yang sedang tertidur di atas bangku. Sehun mendesis sebal sambil mengacak rambut hitamnya sementara tanpa rasa bersalah sedikit pun Yuri mendudukkan tubuhnya pada bangku di hadapan lelaki itu.

“Kai sedang ingin makan apa, Hun?”

Damn! Kau menganggu tidurku hanya untuk menanyakan hal itu?”

Yuri mengangguk lucu seperti anak anjing yang membuat Sehun semakin menggeliat frustasi.

“Mana kutahu, Yul. Dia tidak bilang apa pun kemarin.”

“Kalau begitu, apa nanti kalian ada latihan lagi? Aku akan membawakannya minum.”

“Hari ini tidak ada latihan—Hei, tunggu dulu. Kurasa kemarin aku sudah menjumpai seseorang yang putus asa, tapi kenapa sekarang dia mau mengulanginya lagi?”

Yuri mengangkat kedua bahunya sambil merengut. Oh, harusnya Sehun tidak perlu menanyakan hal itu karena dia sudah tahu apa jawaban yang akan Yuri keluarkan. Pokoknya, pagi itu dia lelah sekali. Sehabis berlatih futbol dengan keras, malamnya Sehun hanya tidur selama 3 jam. Dia harus tidur dan tidak butuh suara Yuri untuk menganggu. Tapi sial, Yuri buru-buru memberitahu bahwa pak guru botak itu sudah ada di ambang pintu dan menggagalkan semua acara istirahatnya. Sepertinya Sehun harus menunda makan siangnya nanti untuk lanjut tidur di dalam kelas.

*

Saat makan siang, Yuri nampak menikmati makanannya seorang diri sambil memandang jauh ke luar jendela selebar 1 meter yang mengitari area kantin. Bangku kantin yang panjang itu hanya bertuan dirinya—seperti biasa, karena tidak ada yang mau berteman dengan gadis seperti Yuri kecuali Sehun tentunya.

Yuri sedang menyuap ddeokbokki ke dalam mulutnya saat Sehun tiba-tiba datang dengan nampan penuh berisi makanan dan mendudukkan tubuhnya pada bangku di depan gadis itu.

Seketika kening Yuri mengkerut kebingungan. “Kenapa kau ke mari? Bukannya kau ingin tidur?”

“Ya, sayangnya perutku tidak menyetujui hal itu.”

“Cih,” Yuri mendecak saat melihat Sehun tengah melahap makanannya seperti orang yang belum makan selama 3 hari. Bagaimana bisa lelaki rakus seperti itu memiliki tubuh yang cungkring? Terlebih, kantung mata kehitamanan itu jelas menunjukkan bahwa dia benar-benar kurang tidur. Apa yang sebenarnya selama ini dia lakukan?

“Hei, Oh Sehun. Setidaknya jangan duduk di sini. Apa kau mau fans-fansmu itu menyerangku?”

“Ini adalah satu-satunya bangku yang kosong di kantin. Jadi jangan banyak bicara dan cepat makan makananmu!”

Sial, bagaimana aku bisa makan kalau gadis-gadis itu tengah melirik tajam padaku, huh? Yuri merasakan hatinya meronta-ronta. Buru-buru dia menutupi wajahnya dengan rambut panjangnya yang terurai bebas. Telinga Yuri bisa dengan jelas mendengar bahwa gadis-gadis di seberang sana itu tengah membicarakannya yang berani makan siang dengan seorang Oh Sehun. Dan Sehun sendiri masih sempatnya makan sementara temannya ini sedang berada di ambang hidup atau mati.

Tapi, tak sampai di situ penderitaan Yuri saat segerombol siswa tiba-tiba menghampiri bangku tempat makan siangnya dan ikut mendudukkan tubuh di sana. Rasanya Yuri ingin memuntahkan ikan tuna dan susu segar yang baru dia telan saat menyadari siapa lelaki-lelaki rusuh barusan. Sehun hanya melirik mereka sekilas, kemudian mengeluarkan sapaan andalannya. “Hai, bro!”

Bro’ yang dimaksud di sini adalah MEREKA. Mereka, anggota tim futbol sekolah yang dipuja banyak orang itu sedang makan siang di bangku yang sama dengan Yuri. What the hell?!

“Hai, boleh kami bergabung makan di sini?” Suara bariton itu menyeruak pertama kali. Itu Park Chanyeol, si jangkung yang memiliki beragam ekspresi dan segudang keramahan.

Ada Do Kyungsoo juga, Byun Baekhyun teman sekelas Kai, Kim Suho kakak kelas yang tampan, dan anggota tim futbol lainnya. Semuanya lengkap! Berkumpul di bangku ini sekarang!

Sungguh, saat itu Yuri benar-benar lupa untuk mengedipkan mata dan menarik napas sampai Sehun menyadarkannya dengan sebuah jitakkan pedih di kepala.

Tapi tunggu. Yuri tidak melihat Kai di antara mereka. Lelaki pujaannya itu sepertinya tidak ikut serta makan siang.

Tentu saja! Bagaimana Yuri bisa menemukan Kai saat yang dicari ternyata sedang duduk di sebelahnya.

Apa? DI SEBELAHNYA?

“Wah, akhirnya kita dapat bangku. Mari makan!” Chanyeol berteriak keras-keras sambil mengangkat sumpitnya di udara.

Teman-temannya yang lain menyusul melahap makan siang mereka sambil sesekali membicarakan pembicaraan khas pria. Yuri yang masih membeku, bisa mendengar seseorang di sebelahnya terkikik geli akibat tingkah konyol anggota tim futbol sekolah. Seketika aliran darah Yuri berdesir kencang saat menyadari pemilik tawa barusan. Suara itu… ketentraman itu…

Ada apa ini? Seharusnya Yuri sudah berubah menjadi lelehan manusia, bukan?

Yuri sempat mendelik pada Sehun yang sibuk makan di hadapannya. Lelaki itu balas melihat Yuri dengan tatapan yang seperti; Kenapa? Aku tidak bertanggung jawab untuk ini. Tapi Sehun justru membuat Yuri makin kesal dan seolah tak menyadari wajah temannya yang sudah semerah delima.

Yuri tidak tahu harus berbuat apa. Di sisi lain dia merasa senang, tapi di sisi lain dia juga tak mau suasana ini membuatnya mati kehabisan napas. Bagaimana ini? Aku-duduk-di-sebelah-Kai-saat-makan-siang.

“T-tunggu, k-kenapa k-kalian m-makan d-di s-sini?” Tiba-tiba Yuri bertanya.

Sial, suara Yuri barusan kedengaran begitu bodoh. Harusnya Yuri bisa mengontrol mulutnya agar tidak menelurkan kalimat macam-macam dengan gelagat nyaris gagu begitu. Lihat saja, sekarang seluruh anggota tim futbol langsung berhenti makan dan menatap fokus ke arahnya. Matilah kau Kwon Yuri.

“Kami lihat anggota tim kami—Sehun, duduk di sini. Jadi kami boleh duduk di sini juga, dong?” Baekhyun menyambut pertanyaan itu dengan nada bercanda. Kemudian lelaki imut itu melempar senyum manisnya pada Yuri. Astaga.

“Benar. Tidak akan lama, kok.” Suho si quarterback itu ikut menimpali dengan senyuman yang tak kalah manis dari lelaki sebelumnya.

“Apa kau temannya Sehun?” kini giliran Kyungsoo yang bertanya dan hal itu membuat Yuri mau pingsan.

Ya Tuhan! Yuri butuh oksigen, dia tidak mau pingsan, mimisan, atau sinonimnya. Dia masih mau hidup esok hari, dia masih mau membahagiakan kedua orang tuanya. Tetapi lelaki-lelaki tampan itu terus menghujaninya dengan serangan batin beserta ledakkan kupu-kupu di dalam diafragmanya seolah tak menyadari bahwa yang diajak bicara sudah berada di ambang batas. Yuri tak menyangka hari ini akan tiba di kehidupannya yang selama ini bagaikan yin dan yang.

“Ya, dia temanku.” Sehun berceletuk dan saat itu juga Yuri langsung bangkit dari duduknya.

“A-aku akan pergi. M-makan siangku sudah selesai. S-sampai jumpa.”

Bohong. Kau bahkan baru menggigit pie Kiwimu satu kali dan kau baru menyuap dua biji ddeokbokki, apanya yang sudah selesai?

Ya, pergi adalah satu-satunya jalan untuk mempertahankan nyawa Yuri tetap utuh (meski itu artinya dia juga rela beranjak pergi dari sisi Kai dan membuang pie Kiwi favoritnya).

Yuri mengangkat nampan makan siangnya dengan tangan gemetar. Saat itu Chanyeol dan kawan-kawan menatapnya kebingungan. Nampannya masih penuh, kenapa dia terburu-buru? Apa mereka menganggu makan siang gadis berkacamata itu?

Yuri benar-benar ribut dengan dirinya sendiri. Yang dia pikirkan kala itu hanyalah agar cepat pergi dari sana. Nampannya memang terpegang erat, tapi dia tak sadar bahwa sesuatu telah membuatnya secara tak sengaja menjatuhkan nampan itu di atas tubuh seseorang.

Byuuuurrr

Sial!

Dan Yuri sadar bahwa detik itu dia baru saja menjumpai ajalnya.

“Astaga!” Seluruh murid yang ada di kantin (terutama para siswi) berteriak histeris saat melihat tubuh Kai basah kuyup oleh makanan dan minuman yang berasal dari nampan Yuri.

Reaksi yang tak jauh berbeda ditemukan di raut wajah teman-teman Kai saat menyaksikan bagaimana nasi ikan tuna, susu segar, ddeokbokki, pie Kiwi, dan sup jagung mengalir di tubuh lelaki itu yang masih terduduk kaku di atas bangkunya.

Sehun nampak sama terkejut, tapi dia lebih mengkhawatirkan Yuri yang kini benar-benar pucat selayaknya mayat hidup akibat insiden barusan

“A-aku… aku…”

“Hei! Apa yang kau lakukan?”

“Dasar gadis tidak tahu diri! Kenapa kau menumpahkan makananmu pada Kai?”

“Pergilah dari sekolah ini sebelum Kai mencincangmu hidup-hidup!”

Yuri mendengar semua cacian itu ditujukkan padanya. Gadis itu tidak bisa bergerak. Gadis itu tidak tahu harus berbuat apa. Bahkan bibir yang tadinya sempat ingin mencetuskan kata maaf seolah kelu dan kehilangan fungsi awalnya. Satu-satunya hal yang bisa dia lihat sekarang adalah seragam sekolah Kai benar-benar terlapisi oleh makanannya. Dan lelaki itu… mengeram marah.

“Yuri…” Kini Yuri mendengar Sehun yang memanggilnya. Nada suara itu benar-benar mengasihani. Tapi Yuri sudah dibutakan oleh gonggongan murid-murid yang mencelanya. Dia adalah gadis tidak tahu diri. Dia adalah satu-satunya titik hitam yang menodai kertas putih. Maka dari itu dia harus segera pergi dari sini.

“Maakan aku!” Setelah itu, Yuri langsung berlari sekencang mungkin, melenyapkan dirinya dari kantin sekaligus dari hadapan Kai yang berhak membencinya seumur hidup.

Gadis itu tidak memedulikan teriakkan Sehun yang terus menyebut namanya dengan cemas. Yuri hanya ingin berlari dari sana. Yuri hanya ingin meratapi kebodohannya. Dan membiarkan air matanya membanjiri lutut saat dia telah benar-benar sendirian.

*

Pergilah dari sekolah ini sebelum Kai mencincangmu hidup-hidup!

Yuri tak bisa berhenti menangis semenjak kejadian itu. Saat di rumah, dia menutup pintu kamarnya rapat-rapat, dia membuat ibunya berteriak khawatir dari luar karena anak gadisnya melewatkan makan malam, dia membuat semua bantal dan guling yang ada di kasurnya basah oleh air mata, dia tak mengangkat panggilan Sehun yang berpuluh-puluh kali menghubunginya. Bahkan, Sehun datang ke rumah Yuri tapi gadis itu masih dalam keadaan yang sama, menyedihkan.

Keesokkan harinya, Yuri bangun kesiangan. Ibunya sudah mengomel-omel karena gadis itu benar-benar dalam kondisi yang malang. Rambutnya seperti singa dan matanya sembab tidak karuan. Meski begitu, ibu Yuri tetap menyuruh putrinya bersekolah, dan mau tak mau Yuri menyanggupi agar ibunya itu tidak memukuli tubuhnya dengan bantal.

Sebenarnya Yuri tidak ada niatan lagi pergi ke sekolah sebagaimana kejadian menyeramkan itu masih melekat jelas di ingatannya. Tapi nyatanya sekarang dia sudah duduk di dalam bus yang membawanya menuju ke tempat didik itu.

Apa yang terjadi jika aku bertemu Kai nanti? Apa dia akan memarahiku dan memblack-list diriku dari kehidupannya? Jika begitu, aku tidak ingin bertemu dengannya! Tapi aku masih berhutang kata maaf yang belum sempat kuucapkan dengan benar! Dan aku tidak mau terus menyimpan perasaan bersalah sepanjang hidupku!

Yuri terus mengulang sugesti-sugesti tersebut di dalam pikirannya. Tiba-tiba dia teringat saat Sehun berkunjung ke rumahnya. Malam itu dari balik pintu kamar, Yuri bisa mendengar Sehun berkata; Apa gunanya menangis, Yul? Toh, semua sudah terjadi, bukan? Itu hanya kecelakaan. Kami semua termasuk Kai memaklumi itu. Apa kau mau begini terus? Melarikan diri dari kenyataan? Itu bukan Kwon Yuri yang kukenal. Aku hanya ingin kau tahu, Yul. Bahwa di balik kejadian itu sudah ada kebahagiaan yang siap menyambutmu. Kutunggu kau di sekolah besok. Awas kalau kau membolos!

Itu adalah pertama kalinya seorang Oh Sehun mengatakan sesuatu dengan benar dan Yuri sungguh-sungguh memikirkan ucapan lelaki itu hingga sekarang. Lari dari kenyataan… Yuri bukan seorang pengecut seperti itu. Dia salah dan dia harus meminta maaf. Tidak peduli omongan para murid yang mencelanya, karena kenyataannya Yuri memang tidak sengaja menumpahkan makanannya pada Kai.

Jadi, di sinilah Yuri sekarang. Berdiri di depan loker milik Kai dengan raut cemas. Tangan gadis itu menggenggam erat-erat sebuah sapu tangan bertuliskan ‘Maaf’. Ditariknya napas panjang-panjang. Sebelum ada seseorang yang melihatnya, gadis itu buru-buru meletakkan sapu tangan tersebut ke dalam loker Kai. Sambil menyisipkan sebuah doa yang hanya dia sendiri yang tahu.

Bel pulang sekolah berbunyi…

Yuri cepat-cepat menuju ke tempat loker Kai berada. Kelas lelaki itu baru saja dibubarkan. Dari balik dinding, Yuri mengintip Kai dan teman-temannya yang sedang sibuk di depan loker masing-masing.

“Wah, Kai. Ada sesuatu di lokermu.”

Tunggu dulu. Itu bukan suara Kai. Itu suara Baekhyun. Yuri meringis kesal karena pandangannya terhalangi beberapa punggung murid yang lain.

“Apa itu?”

Rasa penasaran Yuri makin membuncah saat Kai seperti sedang melihat sesuatu yang Baekhyun tunjukkan. Yuri ingin sekali mengetahui reaksi Kai saat lelaki itu sadar bahwa sapu tangan tersebut adalah pemberiannya. Atau mungkin tidak?

“Buang saja.”

Dan jawabannya adalah tidak.

“Hei, kau yakin? Ini ‘kan bagus. Bisa berguna saat kau berkeringat.”

“Kalau begitu buatmu saja.”

“Sungguh? Terimakasih!”

Pernahkan kau merasa dunia yang kau pijak ini menjadi seukuran kelereng yang tak akan muat menopangmu? Pernahkan kau merasa bahwa oksigen yang kau hirup ini berubah menjadi lautan dan kau tenggelam di dalamnya? Pernahkan kau merasa ingin mati seketika? Jika tidak, tanyakan pada Yuri karena sekarang dia sedang merasakannya.

Buang? Sebegitu bencikah Kai padanya?

Tak perlu berlama-lama menyaksikan kelanjutan percakapan mereka berdua, tubuh Yuri langsung menyandar lemas pada dinding tempat awalnya bersembunyi. Napas gadis itu kembang-kembis sebagaimana tangannya bergerak menyentuh dada; sakit. Kenapa dadaku sakit? Aku tak ingat pernah punya riwayat penyakit asma sebelumnya. Apa separah ini saat cinta yang berbunga justru menusukmu dengan duri? Apa ini merupakan akhir dari segalanya?

Mungkin memang iya.

Tapi entahlah.

Setelah semua itu, Yuri membiarkan kakinya menuntunnya pergi kemana pun. Yuri seperti tak memiliki arah tujuan. Yuri seperti kehilangan cahaya yang menyinari jalannya, karena selama ini cahaya dalam hidupnya itu adalah seorang Kai. Dan dia sudah pergi.

Yuri mendudukkan diri di kelasnya yang sudah benar-benar sepi sore itu. Matanya memandang jauh keluar jendela, memikirkan banyak hal yang sepantasnya tidak dipikirkan. Gadis itu menggenggam ponselnya erat-erat, dia baru saja menghubungi seseorang yang namanya terus berputar di kepala. Setelah deringan ke-empat, panggilan itu diangkat.

“Halo, Sehun?”

“Yuri, kau di mana?”

Yuri tersenyum kecil mendengar bagaimana suara temannya itu benar-benar khawatir saat Yuri menghubunginya. Ya, satu-satunya yang dia butuhkan sekarang adalah meluapkan semua kesakitannya pada Sehun. Dia hanya ingin mendengar suara cempreng lelaki itu sebagai pengganti sandaran kepalanya. “Aku di kelas, Hun. Ada apa? Tidak usah panik begitu.” Yuri justru terkikik geli dan itu membuat Sehun mendesah panjang di seberang sana.

“Kukira kau sudah pulang. Pokoknya, hari ini kita pulang bersama. Tunggu latihan futbolku sebentar.”

“Huum.” Yuri mengangguk dengan sendirinya. Dia berusaha semampu mungkin untuk terdengar baik-baik saja. Tapi andai Sehun ada di sini, mungkin gadis itu sudah terkena marah karena dia begitu memprihatinkan dan matanya sembab sehabis menangis.

“Jadi, bagaimana?” Sehun mulai bertanya dengan hati-hati.

Gadis yang ditanya hanya mengulum bibirnya sambil bergumam. “Gagal.”

Kemudian terjadi keheningan yang cukup lama.

“Gagal? Apa yang dia lakukan?”

“Dia ingin membuang sapu tanganku. Tapi beruntung ada Baekhyun jadi sekarang sapu tanganku aman bersamanya, hehe.”

Sial. Sehun tak menyangka jadinya akan sedemikian parah. Setahunya, Kai tidak akan bertindak sejauh itu meski pun dia benar-benar marah. Tapi yang sekarang dia pikirkan adalah imbuhan tawa Yuri yang memalsukan kesedihannya. Dia yakin bahwa sahabatnya pasti telah menangis seharian. Dan dia ingin segera melihat keadaan gadis itu sekarang juga.

“Yuri, apa perlu aku bicara padanya?”

“Tidak,” potong Yuri cepat. “Sudah kubilang ini masalahku, jadi biarlah aku yang menanggunggnya. Kau sudah banyak membantuku, aku tidak mau merepotkanmu lagi, Hun.”

Kalimat itu sama sekali tidak terdengar melegakan di telinga Sehun. Dia benci saat Yuri sudah berlagak sok kuat padahal sebenarnya gadis itu lemah sekali. Entah apa yang sudah Yuri lakukan sehingga dia bisa menjaga perasaannya sampai seperti itu. “Baiklah, terserah kau saja.”

Yuri tersenyum mendengar Sehun yang selalu bisa mengerti dirinya. “Sehunnie, apa latihannya masih lama?”

“Sebentar lagi selesai.”

“Apa… Kai ada di sana?”

Sehun terkejut. Damn, Yuri. Kau masih sempat menanyakan lelaki itu setelah apa yang dia perbuat padamu selama ini? Dan merasakan sebagian dirinya menjerit keheranan. “Dia sedang berganti pakaian. Lagipula, kau masih mau memperjuangkan perasaanmu?”

“Entahlah,” Yuri menghela napasnya. Dia tahu pasti Sehun merasa kesal karena dia kembali mengungkit-ungkit lelaki yang telah menyakitinya. “Di sisi lain aku ingin menyerah sementara di sisi lain aku berpikir ini bukanlah akhir dari segalanya.”

Setelah itu Sehun menerima keheningan yang cukup lama.

“Dia adalah cinta pertama gadis bodoh bernama Kwon Yuri ini. Tapi meski pun aku bodoh, aku tahu aku tak akan melupakannya begitu saja.”

“Jadi, kau akan tetap mencintainya?”

Yuri pun terdiam.

Apa kau perlu menjawab pertanyaan itu?

Setelah semuanya nampak jelas?

Dia tak pernah menganggapmu ada.

Yang selama ini selalu mendukung dan menyemangatinya dari kejauhan.

Dia bahkan tak tahu seberapa sering kau menangis karenanya.

Dan dia justru ingin membuang hadiah permintaan maaf yang kau berikan dengan tulus padanya.

Apa kau akan tetap mencintainya, Yuri?

Jawabannya adalah,

“Ya.”

Sehun tahu dia pantas tersenyum setelah mendengar jawaban itu.

“Aku tidak ingin mengakhiri apa yang aku mulai meski aku tidak akan mendapat apa-apa. Aku sudah menganggapnya sebagai canduku sejak aku bertemu dengannya di lapangan sore itu. Meski pun dia tak pernah mengetahui keberadaanku dan membuatku menangis dalam diam, aku tetap ingin menyemangatinya tiap dia bermain futbol…” Napas Yuri terhela panjang di antara jeda kalimatnya. “…aku ingin membawakannya air minum seperti hari-hari biasa, aku ingin tetap memperhatikannya berlatih dari balik pagar harmonika, aku ingin melihat dia menggunakan eye blacknya di bawah mata, dan aku ingin rasa sukaku padanya akan semakin bertambah di tiap guliran detik. Aku ingin terus melakukan semua itu, sampai Kai menemukan kebahagiaannya, Hun.”

Yuri tahu dia sudah bicara terlalu banyak dan mungkin itu akan membuat Sehun muak. Tapi Yuri tidak dapat menahannya. Bahkan tanpa sadar air matanya menetes selama berbicara. Dia mengingat kembali semua hal tentang Kai yang melekat di memorinya. Hai lelaki berkulit matang, tahukah bahwa kau sudah permanen di dalam hatinya?

“Duh, maaf ya. Aku jadi terbawa suasana.” Yuri mengusap air mata di kedua pipinya. Terkekeh geli kendati tak ada hal yang lucu di sana. “Sekarang cepat jemput aku di kelas, Hun. Aku ingin pulang. Kita lanjutkan besok saja.”

Ponsel Yuri masih menempel di telinga tapi dia tak mendengar Sehun menjawab apa-apa. Kening gadis itu mengkerut kebingungan lantaran hanya hening yang dia terima. Apa sambungannya terputus?

“Sehun, kau masih di sana?” Kini Yuri nampak panik. Jika Sehun tak mendengar panggilannya, siapa yang nanti akan mengantarnya pulang?

“Sehun, jawab aku!”

“Terima kasih, Yuri.”

Eh…

Apa? T-terima kasih?

“Sehun, jangan bercanda! Aku—halo? Hei, kenapa kaumatikan teleponnya? Aish, sial!”

Setengah mati Yuri menjejak lantai karena kesal. Kenapa lelaki itu tiba-tiba mematikan ponselnya dan justru berterima kasih? Apa dia benar-benar sudah muak pada keluh-kesah Yuri selama ini?

“Hei! Oh Sehun! Kau akan menjemputku ‘kan!” Yuri hanya bisa berteriak-teriak tidak jelas dalam kesendiriannya. Dia meremas rambut frustasi, dan mendapati bahwa jam di dinding kelas sudah menunjukkan pukul 6 malam. Sial, ibunya bisa marah besar.

Tiba-tiba Yuri sadar bahwa suara seseorang yang mengucapkan terima kasih barusan bukanlah suara Sehun. Suaranya kedengaran asing tapi familier, hanya saja Yuri sudah terlalu lelah untuk mengingatnya.

Jadi, sepertinya Oh Sehun benar-benar sudah mengerjainya detik itu.

*

“Yuri!”

Yang dipanggil menoleh. Yuri melihat Sehun berlari tergesa-gesa menyusulnya yang sudah cukup jauh berjalan meninggalkan area sekolah.

Sehun berhenti di depan Yuri. Sorot lampu jalanan menunjukkan rambut lelaki itu yang basah, seragamnya berantakan, dan keringatnya masih mengucur deras. Sepertinya dia baru berlari dari lapangan sekolah hanya untuk mengejarnya.

“Kucari kau di kelas, tapi kau tidak ada. Bukankah kau meminta dijemput di sana?” Sehun meledak. Lelaki itu nampak kesal sekali mengetahui bahwa gadis yang dicarinya sudah pulang lebih dulu.

Sementara Yuri justru menunjukkan rautnya yang tak berdosa. “Eh, kukira kau tidak akan menjemputku. Makannya aku tidak menunggumu.”

“Aish! Dasar payah!”

Yuri mendelik karena Sehun kini mengumpat-umpat di depannya. Hei, bukankah yang seharusnya marah adalah dia? Kenapa lelaki itu yang berlagak menjadi korban?

“Hei! Kau yang mematikan teleponnya! Tapi kau malah marah padaku. Sebenarnya kau ini kenapa, Hun?”

Mendadak Sehun terdiam. Pula menjadi pucat seolah sedang menyembunyikan sesuatu dari sahabatnya. Dia tak menyangka Yuri akan menanyakan hal itu sekarang sementara dia masih bingung harus menjawab apa. Dan saat Yuri terus menatapnya dengan tajam, Sehun gelagapan. “Anu, itu… itu…”

“Anu apa?”

“Saat di telepon tadi, apa yang kaubicarakan?”

“Apa?” Yuri berteriak, rasanya dia belum pernah berteriak sekencang itu sejak beberapa hari yang lalu. “Jadi kau sama sekali tidak mendengarkan perkataanku? Kau menyebalkan, Hun! Kau jahat!”

Yuri beranjak dengan kesal. Sehun ingin menggapainya, tapi dia lebih memilih tuk menggigit bibir kencang-kencang agar tak balas berteriak pada gadis yang telah menyebutnya jahat itu. “Tunggu, Yuri!”

Gadis yang dipanggil berhenti. Masih tidak membalikkan badannya barang sejengkal pun.

“Maksudku, saat aku bertanya tentang… tentang… apa kau masih mencintai Kai…” saliva Sehun terdengar alot menuruni tenggorokkan. “…saat itu Kai tiba-tiba datang dan merebut ponselku. Dia menyadap pembicaraan kita… dan, aku tidak tahu apa yang dia dengar,”

Sehun sudah bersiap untuk kabur saat itu juga sebelum menyelesaikan kalimatnya. “Jadi, aku tidak bertanggung jawab untuk itu.”

Sumpah, Yuri ingin sekali melempar Sehun dengan sepatu sekolahnya.

“KYAAA! OH SEHUN! APA YANG HARUS KULAKUKAN?!”

Nah, itu adalah teriakkan Yuri di malam hari yang kencangnya paling maksimal.

*

fin.

A/N:

Annyeong~ huwaaa, setelah sekian lama… aku kembali dengan ff gagal ini, hahaha.

Ini adalah ff onsehot terpanjang yang pernah kubuat loh :’) 5400 kata. Kyaaaaa (tepuk tangan untuk diriku)

Huhuhuhu, nggak tahu kenapa tiba-tiba ada ide bikin ff aneh bin ajaib ini.

Pokoknya, aku kudu bikin ff dari MV Love Me Rightnya EXO yang futbol-futbol itu, malah jadi kehidupan anak SMA yang galau haha.

Banyak narasi >,< (sumpah, aku kalau bikin ff kudu dijelasin detail gitu). Semoga kalian gak bosen dan mudeng bacanya, ya.

And sequel is coming soon kkkkk

Ya, aku berharap kalian tetep excited dan terus mendukungku untuk menulis ff. Terimakasih. (Anyway, ini habis diedit hehehe)

(Oh iya, bentar lagi aku naik kelas 3 nih, tapi karena sekarang lagi liburan aku mau mulai ngepost ff chapter pertamaku ><)

-seungmi1214-

18 respons untuk ‘[ONESHOT] I Love Him, Right?

  1. AHAHA AHAHA *ngikutin gaya ketawa thehun*
    aku suka bagian akhir nya dimana sehun kabur.. kkkk
    lucu ih ff nya cute ><
    aku kira awalnya si sehun ini yg suka sama yuri loh.. abis nya dia care bgt :')

    Disukai oleh 1 orang

    1. HAI HAI HAAIIII makasih udah baca dan komen di ffku hehehe xD
      syukur deh kalo kamu suka. Aku sih sukanya pas Yuri numpahin makan siangnya ke Kai kkkk (gaada yg nanya)
      Lucu? haha, makasih. Iya, aku juga suka interaksinya YulHun di sini, Sehunnya sengaja kubikin sayang banget sama Yuri soalnya hidup gadis itu udah terlalu menderita jadi… kasihlah satu malaikat di sisinya ahahaha.
      Ditunggu ya sequelnya, akan ada banyak cerita yang nggak keduga. Sekali lagi makasih udah mampir^^

      Disukai oleh 1 orang

    1. Hai Niza… Makasih udah baca dan komen di ff ku hehehe xD
      Bagus? Terimakasih ><
      Iya, sequelnya menyusul ya (tergantung sama minat pembaca sih)
      Happy holiday jjuga^^)/ Semangat yaaaa

      Suka

  2. Ff baru ff baru!!!!!! *tereak
    Keren deh, suka ama sehun nya.. Care banget ama yul , duh abang kamu baik banget sih nak *eluspipisehun , ff nya seru plus lucu 😀 , wah authornya naik kelas 3 SMA ya? Sama dong kaya aku /gk ada yang tanya -_-/ , libur panjang semoga sering nulis ff deh ya..Hehe, semangat ! ^^

    Disukai oleh 1 orang

    1. Ada yg komen ada yg komen >,<!! /bahagia/ hehehe
      Iya, Sehun baik banget. Andai punya teman kayak dia di dunia nyata: udah ganteng, baik, bocah, pinter nari lagi. Ya ampun jadi baper 'kan hahaha.
      Ya, sebenernya ini ff YulKai tapi memang lebih fokus ke persahabatannya YulHun. Untuk sementara ini biarlah Sehun menang banyak kkkk
      Wah, lucu? Syukur deh kalo kamu suka^^
      Seumuran? KYAAAAAAA! Senengnya :') aku emang seneng banget kalo ketemu temen yg seumuran kkk
      Iya, naik kelas tiga. Saatnya perjuangan keras. Tapi mumpung lagi liburan dimanfaatin buat seneng2(?) laaah hehehe
      Semangaat juga ya. Dan sekali lagi terimakasih sudah baca ff jelekku :')

      Suka

  3. yaampun yul sgtu cintanya sm kai . ttp maju ya pantang munfur hantam trus .. hehe yg nmnya cinta mah ya gk kenal penolakan :p
    kirain bakal sm sehun gtwnya . yaampun tuh yul malu bgt trnyta curhatan dia yg dgr kai . awwww

    Suka

  4. Love yulhun friendship…
    Poor yul…
    Yul so funny when exo boys come to her…
    Omo omo kai is actually who yul talks to in phone…….
    Omo cant wait for sequal…
    Update soon^^

    Suka

  5. Ini keren loh….
    Cuman kon kok gag ad kejelasan akhirnya cemana???
    Tadi nya aq berfikiran kalo sehun sukann yuri..

    Sequel doooooong

    Suka

  6. Aaaahh butuh kai’s pov nih, gimana dia le yuriiiiii aaaahh, itu juga alasannya apa coba ngerebut hape sehun, ih kepo. Butuh sequel hahaha

    Keren kok ffnya, beneran..

    Suka

  7. Hai, aku reader baru ^_^ salam kenal

    sehun. Aku fkir sehun bilang kbhagiaan akan mnjmput yuri, dia itu suka sama yuri trus may nytain prsaannya. Ehh meleset huhu
    kai. Dialog nya dkit banget hoho dia itu marah atau engga pas yuri gk sengaja numpahin makannya ke kai ?

    Dan itu, kai dengar pernyataan yuri yang cinta gila sama kai .keke
    yahh ko gni, gantung. Btuh sequelnya loh

    fighting 😀

    Suka

Tinggalkan komentar